Skip to content
Menu
InnA | Praktisi Talents Mapping
  • Home
  • Klinik Talenta
  • Free Talents Test
  • kidZpeak
InnA | Praktisi Talents Mapping

Insto Dry Eyes, Teman Self Care Ibu Usia 40+

Posted on 20/06/2025

“Sama seperti halnya rasa sakit fisik, yang bisa memberitahu kita bahwa ada yang salah dengan tubuh kita, maka derita emosional mampu memberitahu kita ada yang salah dengan pikiranmu. Apakah kita berada di atas atau bawah garis bergantung pada kondisi emosi yang terjadi. Ketika merasakan ancaman terhadap kelangsungan hidup fisik ataupun ego, kita berada di garis bawah dan mencoba melindungi diri sendiri agar dapat bertahan. Kemampuan mengenali ketika kita berada di garis bawah sangat menentukan apakah kita mampu mengendalikan emosi. Kita tidak dapat mengubah emosi jika tidak menyadari kehadirannya” – Meurisse, Thibaut, Master Your Emotions (BACA, 2018).

Halo, perkenalkan aku InnA, bundanya 2 Gen Z dan 1 Gen Alpha. Selama bertahun-tahun, aku pernah bergulat dengan emosi yang begitu rumit dan sulit dikendalikan. Sebagai ibu rumah tangga dengan segudang peran yang kujalani, ternyata ada hal-hal kecil yang bisa dengan mudah menggoyahkan fokus dan stabilitasku. Bayangkan saja, saat aku sedang mencoba fokus mengerjakan sesuatu yang butuh konsentrasi penuh, tiba-tiba ada Kang Paket datang, atau tetangga mampir tanpa aba-aba. Kelihatannya sepele, tapi cukup bikin ritme buyar, apalagi kalau ditambah mata mulai terasa tidak nyaman.

Mata kering, bikin emosi dan mood auto ngedrop? Kok Bisa? Iya! Bisa banget!

Aku pernah berada di titik tersebut, akan tetapi dari situlah aku belajar banyak. Di usia 40-an ini, aku justru menemukan kembali aktivitas produktif dengan cara yang jauh lebih selaras sesuai kemampuanku. Terlambat? Mungkin iya bagi sebagian orang. Tapi buatku, ini adalah titik balik yang penuh makna, hasil dari perjalanan panjang penuh trial & error serta manis dan pahitnya hidup.

Februari 2025, aku genap berusia 44 tahun. Angka cantik penanda perjalanan hidupku, yang hampir separuhnya kujalani sebagai seorang ibu. Selama 19 tahun terakhir, peran tersebut mengisi ruang besar dalam keseharianku. Mulai dari melahirkan anak pertama, kedua, hingga ketiga. Lengkap dengan proses menyusui, MPASI, toilet training, hingga mendampingi tiap detail tumbuh kembang ketiga buah hatiku.

Seperti sebagian ibu yang lain, awalnya tidak mudah. Aku kepayahan beradaptasi. Terlebih saat memutuskan resign dari dunia kerja, perasaan tidak berharga sempat begitu membelenggu. Namun, dari masa-masa terendah itulah aku mulai bangkit. Tidak instan, penuh lika-liku, akan tetapi proses tersebut membawaku pada versi terbaik hari ini.

Menjadi Ibu Produktif di Usia 40+

Pengalaman keluar dari keterpurukan inilah yang membawaku kembali percaya diri dan mengantarkanku menjadi Praktisi Talents Mapping. Sebuah titik balik yang bukan hanya memberdayakan diriku sendiri, tapi juga menjadi jalan untuk mendampingi para ibu lainnya yang masih terjebak pada hal yang serupa. Merasa kehilangan arah, kehilangan makna, dan kehilangan diri sendiri setelah jadi ibu, terutama setelah berhenti bekerja.

Dalam Talents Mapping, personal branding atau peran produktifku adalah sebagai communicator, creator, caretaker, educator dan journalist. Tanpa pikir panjang, begitu aku mengenali lagi kekuatanku, aku langsung memutuskan beraktivitas produktif sesuai potensi yang selama ini terpendam bertahun-tahun.

Read More  Letting Go: Seni Melepas Kemelekatan Tanpa Merasa Kalah

Sebagai caretaker dan educator, aku tergerak untuk memfasilitasi perjalanan para perempuan terutama ibu untuk menemukan kekuatan, minat, dan values-nya.

Sebagai communicator, creator dan journalist, aku mengomunikasikan insight dan ide pikiranku menjadi sebuah konten edukatif di blog dan sosial media, kurikulum pelatihan, serta membangun komunitas khusus untuk para ibu.

Bagiku, inilah IKIGAI-ku,

Aku mencintainya karena ini bidang yang membantuku bertumbuh (passion).
Aku menguasainya lewat pelatihan dan praktik bertahun-tahun (profession),
Aku paham bahwa sebagian ibu membutuhkan pendampingan secara intensif pasca resign (mission).
Aku juga sadar aktivitas ini bisa menjadi profesi yang nyaman & berkelanjutan (vocation).

Menjalani sesuatu yang senyawa dengan ikigai rasanya seperti hidup dengan nyala api yang stabil. Bukan semangat yang selalu meletup-letup, tapi selalu ada rasa cukup, rasa berarti, dan rasa hidup.

Tantangan Produktivitas Ibu Usia 40+

Aku percaya bahwa seorang ibu tetap bisa mengembangkan potensi di usia berapapun. Dengan catatan paham benar apa saja kekuatan yang dimiliki. Aku juga mengerti untuk mendukung aktivitas yang beragam, bukan cuma tenaga yang harus dijaga, tapi juga kondisi secara emosional perlu diperhatikan. Hingga pada satu titik, aku tersadar pentingnya self-care yang menyeluruh. Mulai lebih peka dan belajar kembali peduli pada diri sendiri.

Di tengah padatnya aktivitasku yang sebagian besar adalah online, banyak bergantung pada screen time, baik untuk sesi coaching, membuat materi webinar, koordinasi tim atau sekadar mengatur jadwal lewat ponsel, tanpa kusadari mataku mulai protes. Mood langsung berantakan. Kalau sudah begini, belajar dari pengalaman sebelumnya, daripada nantinya emosi tidak nyaman malah muncul, lebih baik aku stop sejenak. Ini semacam kode untuk memberi perhatian pada mata kering yang aku rasakan.

Selama ini, aku mengandalkan Insto Dry Eyes bukan hanya untuk mengatasi mata kering, tapi juga sebagai booster semangat dalam menjalani peran sebagai ibu yang tetap produktif sesuai dengan minat bakatku. Berikut 3 alasan pentingnya:

#1. Ibu itu Perlu Hadir Secara Utuh

Kadang menjadi ibu itu terlalu keras pada diri sendiri. Merasa harus produktif setiap saat. Khawatir kalau belum melakukan semua hal yang tercantum dalam  to do list. Padahal, tubuh kita mengajak berhenti sebentar. Seringkali sinyal itu berasal dari area mata karena terlalu lama menatap layar.

Di sinilah perlu adanya self-compassion, yaitu belas kasih kepada diri sendiri.

Menurut Dr. Kristin Neff, ada tiga elemen utama dalam self-compassion:

1. Mindfulness
Kita mulai dari menyadari apa yang sedang terjadi. Tidak menyangkal rasa lelah, tidak mengabaikan tubuh. Termasuk menyadari ketika mata sudah terasa kering. Mindfulness membantu kita memberi jeda dan jujur pada diri sendiri: “Aku butuh istirahat. Kehadiran kita sebagai ibu bukan cuma soal raga yang ada di rumah, tapi juga pikiran, perasaan, dan perilaku yang selaras.

Read More  Kecanduan Drakor? Kenali Tandanya!

2. Common Humanity
Hal penting yang perlu kita ingat adalah kita tidak sendiri. Semua ibu pernah kelelahan dan  kewalahan. Kesadaran ini membuat kita tidak merasa terisolasi dalam pikiran buruk atas diri sendiri. Kegagalan menunjukkan bahwa kita adalah manusia.

3. Self-Kindness
Alih-alih memaksa diri tetap produktif, kita perlu belajar bersikap lembut. Memberi izin untuk istirahat tanpa rasa bersalah. Merawat tubuh, termasuk kesehatan mata.

#2. Ibu Perlu Paham Apa Yang Bisa dan Tidak Bisa Dikendalikan

Sebagai ibu, kita sering ingin semuanya berjalan sempurna. Rumah rapi, anak-anak bahagia, dan semua pekerjaan beres. Realitanya? Tidak semua bisa kita kontrol. Di sinilah pentingnya memahami konsep Dikotomi Kendali, yaitu membedakan mana yang bisa dikendalikan dan mana yang harus dilepaskan.

Saat kita mulai sadar bahwa tidak semuanya harus (dan bisa) dikendalikan, kita jadi lebih tenang. Kita mulai fokus pada hal-hal yang memang bisa kita lakukan. Kita jadi tidak mudah merasa terbebani karena ada hal di luar kendali yang tidak berjalan sempurna.

#3. Ibu itu Perlu Kenal Batas Energinya

Kesibukan aktivitas dari sejak bangun tidur hingga malam hari, membuat kita mengabaikan kalau kita juga sama seperti smartphone yaitu butuh dicharge. Dengan kata lain, artinya kita perlu memahami batasan mengelola energi, terutama yang berkaitan dengan 2 hal ini:

Kapan Harus Berhenti
Berhenti bukan berarti menyerah. Justru itu tanda bahwa kita menghargai diri sendiri. Banyak ibu merasa harus terus bergerak, padahal kapasitas tubuh ada batasnya. Mata yang mulai pedih, kepala yang terasa berat, emosi yang mudah tersulut. Semua itu adalah alarm alami yang meminta kita untuk pause. Berhenti sejenak bukan membuat kita lemah, justru memberi kita ruang untuk kembali kuat.

Kapan Harus Recharge
Recharge bukan hanya tentang tidur. Recharge bisa berarti melakukan hal sederhana dengan mengisi ulang energi emosional dan mental kita. Recharge adalah bentuk self-respect, bahwa kita layak mendapatkan energi yang segar kembali sebelum memberi energi ke orang lain. Ibu yang cukup istirahat bisa berpikir lebih jernih, merespons dengan lebih bijak, dan membuat keputusan dengan lebih mindful. Bahkan ide-ide segar biasanya muncul ketika kita sedang tidak “berusaha keras”, melainkan saat dalam kondisi tenang.

Self Care Terbaik Ibu Usia 40+

Memasuki usia 40 tahunan, aku menghadapi ujian-ujian baru yang lebih menyita perhatian. Rentetan peristiwa sempat membuatku lupa dengan apa yang benar-benar aku mau dan inginkan, di luar peran sebagai ibu ataupun istri. Bagaimanapun juga, aku tetap perlu welas asih ke diriku sendiri. Setelah melalui proses perenungan mendalam, ada 3 hal penting yang aku pelajari sebagai bentuk self-care di usia matang ini, yaitu:

Read More  Ketika Ibu Terlalu Banyak Ide, Bikin Burnout?

1. Self-Care Itu Bukan Egois

Dulu aku merasa insecure kalau mengambil waktu untuk diri sendiri. Seolah-olah menjadi ibu itu harus selalu hadir untuk semua orang, 24 jam penuh. Tapi lama-lama aku sadar, gimana bisa hadir penuh untuk anak, pasangan, dan orang lain, kalau aku sendiri kosong?

Self-care bukan tentang mengabaikan tanggung jawab. Justru sebaliknya, ini adalah bentuk tanggung jawab pada diri sendiri, agar bisa hadir secara utuh untuk orang-orang yang kita cintai. Belajar mencintai diri sendiri adalah fondasi dari mencintai orang lain dengan sehat.

2. Self-Care Itu Simple

Self-care tidak harus selalu yang mewah, harus staycation, spa mahal, atau ngopi cantik di tempat hits. Justru yang paling bermakna adalah yang paling sederhana. Misalnya duduk diam 10 menit tanpa suara, tanpa notifikasi, menyeduh teh favorit sambil tarik napas panjang, jalan kaki pelan sambil menikmati udara pagi, atau sekedar bercengkerama dengan anak-anak dan suami.

Self-care itu bukan tentang apa yang kita lakukan, tapi bagaimana kita hadir untuk diri sendiri secara utuh di momen tersebut. Dengan self-care yang konsisten, seorang ibu bisa tetap tahan banting, sekaligus penuh kasih.

3. Self Care itu Bukan Hanya Peduli Kesehatan Tubuh, Tapi Juga Mata

Usia 40-an, tentu saja fungsi tubuh mulai berubah. Performa tubuh tidak sebugar sebelumnya. Mata adalah salah satu bagian yang paling terasa dampaknya apalagi buat ibu yang bidang pekerjaannya sebagian besar online.

Keluhan yang mulai sering muncul dan sekaligus tanda-tanda atau gejala mata kering yang perlu diwaspadai adalah sebagai berikut:

  • Mata cepat lelah walau hanya menatap layar sebentar

  • Terasa kering atau seperti ada pasir

  • Sulit fokus dan pandangan menjadi kabur

  • Mata memerah atau makin sensitif terhadap cahaya

Menyadari pentingnya kesehatan mata bisa berpengaruh pada level produktivitas, maka aku selalu sedia Insto Dry Eyes dimanapun aku berada. Meskipun profesiku sebagian besar berada di rumah, atau sesekali hadir dalam sebuah event di luar rumah, atau ketika antar jemput sekolah, kondisi mata bisa tiba-tiba terasa sepet, perih, atau lelah kapan pun dan dimanapun.

Satu hal yang pasti, #MataKeringJanganSepelein, apalagi buat ibu aktif dengan pekerjaan yang menghabiskan banyak durasi di depan layar kaca. Tetesin #InstoDryEyes bisa jadi solusi praktis tanpa harus ke dokter.

Apalagi sekarang insto dry eyes punya kemasan baru dengan warna biru lembut, lebih clear, lebih cakep.

Kalau kamu ibu usia 30–40an dan mulai merasa matamu cepat lelah atau mood gampang drop karena screen time, artinya tubuhmu sedang “mencari perhatian”. Yuk, dengarkan baik-baik. Bagaimanapun juga, bentuk cinta terbesar untuk keluarga dimulai dari cara kita sayang dengan diri kita sendiri.

1 thought on “Insto Dry Eyes, Teman Self Care Ibu Usia 40+”

  1. Avi says:
    22/06/2025 at 6:20 am

    Ikut tes talent mapping sangat worth every penny (pernah ikut duluu tahun 2021). Hasilku adalah…marketer.

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hi, Welcome!

Hi, welcome! I'm Inna, mother of 3. Melalui blog ini, saya akan banyak bercerita tentang bagaimana saya menemukan mindfulness melalui Talents Mapping. Enjoy :)

I'M Certified Impactful Writer Certified Impactful Writer

Talents Mapping Reservation

Hubungi Bunda Inna melalui DM IG @innaistantina atau contact admin 081259009000
  • Insto Dry Eyes, Teman Self Care Ibu Usia 40+
  • Tentang Menjadi Ibu, Tanpa Harus Kehilangan Jati Diri
  • Letting Go: Seni Melepas Kemelekatan Tanpa Merasa Kalah
  • Ngeblog, Ruang Ekspresi Memori Si Bakat Communication Kuat
  • Menjadi Ibu Para Gen Z: Semua Tentang Koneksi Bukan Kendali
  1. Avi on Insto Dry Eyes, Teman Self Care Ibu Usia 40+22/06/2025

    Ikut tes talent mapping sangat worth every penny (pernah ikut duluu tahun 2021). Hasilku adalah...marketer.

  2. ewafebri on Kecanduan Drakor? Kenali Tandanya!16/05/2025

    Alhamdulillah saya sudah tobat Mbak. Hahaa... Sekarang saya jarang nonton drakor, pun paling sesekali aja. Waktu lebih banyak digunakan buat…

  3. inna on Writing for Emotional Healing Tidak Berhasil? Ini 7 Penyebabnya!14/03/2025

    15 menit itu gak kerasaaaaa, malah biasanya bisa sampe 30 menitan, karena ada jeda juga, mikir sambil nginget-nginget, sambil merasa-rasaaaa

  4. hastinpratiwi.com on Writing for Emotional Healing Tidak Berhasil? Ini 7 Penyebabnya!14/03/2025

    Teknik Expressive Writing-nya menarik, Kak. Boleh deh dicoba dengan durasi sedikit dulu. *pegelll euy 15 menit 😆

©2025 InnA | Praktisi Talents Mapping | WordPress Theme by Superbthemes.com