Nyatanya, menjadi selama hampir 18 tahun, saya berkutat dengan managemen emosi dan percaya diri.
Inilah saatnya mengawali blog dengan domain yang sama. Nama yang pernah saya pakai juga di tahun 2011 untuk memulai kembali menuangkan segala ide dan rasa melalui tulisan. Namun, karena beberapa kemelut hidup, membuat saya berpikir secara tidak jernih. Berujung tidak melanjutkan pembayaran perpanjangan domain dan hostingnya.
Pun sebenarnya, ngeblog sudah mulai saya cicipi sejak awal mulai kerja di Trans TV tahun 2005. Melalui sebuah blog gratisan di blogspot, saya berusaha sekuat tenaga menuliskan apapun yang lewat di kepala. Hanya saja, rasanya saat itu begitu berat untuk menulis, di tengah padatnya pekerjaan sebagai crew TV yang hilir mudik kesana kemari.
Tahun 2009, adalah pertama kali saya punya blog dengan domain pribadi, berplatform wordpress. Tahun dimana saya belajar mati-matian tentang SEO. Masa dimana saya berhasil mendatangkan ribuan orang sampai membuat dadakan harus segera menambah kuota storage. Momen ketika saya mulai berbenah lagi menjadi ibu “percaya diri”. Melalui domain mylifemylearning.com itulah, awal saya belajar apa itu ngeblog sesungguhnya. Bahkan saya sempat punya koleksi blog atau istilahnya “ternak blog”. Tetapi, akhirnya saya lepaskan semuanya.
Pertengahan tahun lalu, setelah badai masalah yang datang, saya berusaha bangkit, salah satunya melalui membangun blog lagi. Saya gunakan nama emakeksis, karena merasa belum jadi ‘ibu percaya diri’ dengan mengangkat kembali nama sendiri. Seiring berjalannya waktu, sejak mulai terjun dan serius dalam dunia Talents Mapping, saya putuskan memakai domain dengan nama saya pribadi ini.
Kalau dihitung-hitung, jika saya benar-benar konsisten pada 1 domain saja, 2009-2025, harusnya sudah hampir seumur anak mbarep yang sebentar lagi kuliah. Bahkan, salah satu downline di MLM Oriflame yang pernah saya geluti, yang belajar ngeblog pertama dari saya, justru blognya masih bertahan hingga saat ini.
Penyesalan Selalu Datang Belakangan
Sepanjang etape kehidupan, beberapa tahun terakhir ini saya menyadari, kenapa banyak hal yang saya lepaskan begitu saja? Merintis apapun yang saya suka, dan I was good, even so great. Sebaliknya yang terjadi adalah saya memilih menarik diri. Why?
Jika dibedah lagi, ini karena saya kurang mampu meregulasi emosi yang sering berkecamuk dalam diri. Semuanya jadi berantakan. Yang sering terjadi adalah, mendadak dari sangat percaya diri lalu runtuh seruntuh-runtuhnya.
Bekerja di radio, sebuah cita-cita manis sejak SMP, tercapai ketika kuliah tahun 2000-an awal. But then, saya (harus) kehilangan dengan cara yang kurang nyaman. Anehnya ini terulang lagi ketika saya aktif di radio sekitar tahun 2018. Begitu pula ketika berhasil masuk ke Trans TV Jakarta. Ssebuah pekerjaan idaman yang sangat saya perjuangkan. Saya lepaskan karena sudah tidak tahan dengan sikap salah satu senior yang membuat kepercayaan diri terusik.
Seperti halnya, ketika saya mulai berkarir sebagai voice over talent. Baru 1 tahun jalan dengan sangat smooth, dan berhasil masuk di studio yang cukup ternama di Jakarta, tapi karena pindahan ke rumah mertua, segala emosi kembali teraduk-aduk.
Sejak tahun lalu, karena kebutuhan finansial yang cukup mendesak, membuat saya kembali menghidupkan blog dan beberapa skill yang saya miliki, termasuk voice over. Penyesalan memang selalu datang belakangan. Inkonsistensi bisa dibilang sebagai hambatan terbesar dalam mengembangkan kemampuan saya, yang sebenarnya sudah merupakan bakat kuat yang Allah berikan. Rasa-rasanya baru sekarang ini, saya benar-benar jujur dengan tulisan saya sendiri.
Menjadi Ibu, Hilang Percaya Diri?
Sejak kapankah ini berlangsung? Saya yang dulu sangat percaya diri, gigih dengan pendapat saya sendiri, mendadak menjadi rapuh. Apakah sejak menikah? Atau setelah punya anak? Tapi saya pernah alami ini saat bekerja di radio dan televisi sebelum menikah. Mungkin saat itu benihnya sudah ada, tapi saya belum sadari sepenuhnya. Hingga kemudian ketika menjadi istri, tidak bekerja kantoran, which is menjadi wanita karir adalah impian terbesar saya, ditambah dengan beberapa bisnis yang saya bangun tapi tidak berkembang, membuat kepercayaan diri makin lepas kendali.
Apalagi sejak jadi punya anak, membuat saya abai dengan diri sendiri. Ibu percaya diri? Tampak jauh dari realita yang ada. Diri yang sebenarnya butuh diasuh, dipeluk dan diberi perhatian. Percaya diri makin terseok-seok, masalah muncul bertubi-tubi dan rasanya makin jauh dengan Allah. Pun, hari ini, saya menuliskan postingan perdana di blog yang baru aktif beberapa hari lalu, masih terjadi fluktuasi percaya diri, seperti mencari jarum di tumpukan jerami yang sangat tinggi.
Dari sini, jadi wajar ya, ketika saya lebih suka membantu para Ibu menemukan kembali percaya diri dan jati dirinya. Meski saat ini sedang kuliah Montessori, tapi ternyata dorongan untuk berkecimpung dengan dunia Mom Self Development terasa lebih kuat. Dalam sebuah sesi bersama Teh Elma, teteh dengan 6 anak ini menyebutkan, apapun yang sudah saya jalani sebelumnya, inilah modal terbesar saya. Ya, I know it. I can feel it. 9 bulan terakhir, adalah momentum saya bangkit. Pastinya tidak ujug-ujug terjadi, tapi butuh proses, yang jujur ini sangat tidak mudah.
Kadang saya merasa berjuang sendiri.
“Mbak Inna, capek?”, tanya Mbak Ira dalam sebuah sesi konsultasi. “Pasrahkan sama Allah, jujur ke Allah dan diri sendiri kalau memang capek”.
Yes, so tired! So much!
Menulis adalah Cara Terbaik Ibu Percaya Diri
Menyusun kembali percaya diri yang menipis stoknya, memang pekerjaan yang tidak mudah. Tapi saya yakin, tekad sudah bulat, demi anak-anak melihat Bundanya yang sempat terpuruk ini jadi sosok yang lebih kuat dan semangat daripada sebelumnya, saya bakal terus maju ke depan.
Saya punya modal, skill, dan bakat yang dibutuhkan. Allah sudah berikan toolsnya. Mau dorongan itu hanya dari saya sendiri, I’ll do it. Ingat Na, posisi saat ini sangat berkejaran dengan waktu, banyak deadline yang wajib dipenuhi, mindful atau bekesadaran penuh adalah satu-satunya jalan supaya tetap tenang, stick to the plan.
Melalui menulis inilah, di 1/3 malam terakhir, adalah waktu terbaik mengurai segala kecemasan. Seolah menemukan psikolog atau psikiater termahal, ketika berhasil meregulasi emosi dengan deretan kata yang terangkai.
Terimakasih diriku, segala pengalaman hidup, bad or good, ini adalah bagian dari proses perjalanan seorang ibu percaya diri. Sekarang kamu Na, sopirnya, focus on your self. Seperti yang coach Rezza sering bilang, menuntaskan sebuah masalah, perlu positive emotions, setelah berdoa, lakukan segala ikhtiar, beraktivitas produktif seperti biasa saja, lepaskan kemelekatan, dan izinkan doa-doa itu nantinya akan terkabul satu persatu.
Bismillah.