Sejak kenal Talents Mapping, nonton drakor pilihan itu jadi ajang untuk membedah bakat para aktor utamanya. Kali ini yang mencuri perhatian saya adalah Brewing Love.
Drakor ini menceritakan kisah cinta antara Chae Yong Joo (Kim Se-jeong) dan Yoon Min Joo (Lee Jong-won). Yong Joo adalah wanita tangguh yang pernah bertugas di pasukan khusus dan kini bekerja di perusahaan minuman. Min Joo adalah pria pembuat bir yang lembut dan penuh perhatian. Keduanya bertemu dan memulai petualangan untuk menciptakan minuman baru.
Yang membuat saya instantly tertarik untuk menuntaskan drakor ini adalah dari episode pertama adalah, sudah dengan sangat jelas terpampang, bagaimana bakat empathy kuat disajikan. Bukannya si perempuan, tapi justru Min Joo, tokoh utama laki-lakinya.
Bakat Empathy Kuat Min-Joo Brewing Love
Sebagai laki-laki dan menjadi anak seorang petinggi militer, menjadikan Min Joo tidak boleh lemah sedikitpun. Ketika Ibunya meninggal, ia pun dilarang untuk mengeskpresikan kesedihannya yang mendalam. Tentu bukan hal yang mudah, karena bakat kuat ini seperti magnet yang bekerja otomatis. Ketika bertemu kutup yang tepat, maka akan langsung bekerja, tanpa disuruh, tanpa dipanggil-panggil, tanpa dicari-cari.
Min Joo, seperti naturalnya orang-orang dengan bakat empathy kuat, menjadi sangat sensitif dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ini yang kemudian menjadikannya ‘tidak enakan’ ke orang lain. Saya paham benar sih, gimana galaunya seorang bakat empathy kuat ketika emosi tidak nyaman mendominasi. Dada terasa sesak, kepala terasa meletup-letup.
Apa itu Bakat Empathy?
Empathy.
Sebuah bakat yang dimiliki seseorang dengan kecenderungan mudah merasakan emosi dan energi di sekitarnya. Jika ini menjadi bakat kuat, tentu saja menjadikan seseorang peka dan lebih sensitif. Dengan begini, sebenarnya bisa menggiring kita menjadi pendengar yang baik serta memahami situasi yang terjadi lebih cepat. Bahkan tidak jarang, orang-orang dengan bakat empathy ini menjadi motivator bagi teman-temannya, karena mengerti benar perasaan orang lain.
Hanya saja, ketika belum terkendali dengan baik, maka justru akan menjadi bumerang, karena bisa terjadi emosi luar biasa karena begitu mudahnya tersetrum emosi negatif orang lain. Inilah yang pernah terjadi pada saya. Pernah berada di fase lelah dan menutup diri untuk menjadi pendengar yang baik, karena sangat intens merasakan apa yang orang lain rasakan, hingga saya memilih shut down bakat kuat ini.
Tapi ternyata, setelah mengikuti Talents Mapping Assesstment, ditambah dengan mempelajari lebih dalam, bahwa tiap bakat itu butuh regulasi. Saya pun tersadar bahwa Allah sudah memberi empathy ini sebagai salah satu kekuatan yang perlu saya pakai dengan bijak. Salah satunya seperti yang saya lakukan sekarang, membantu orang lain bertumbuh dan berkembang being a better person.
Waktu kecil, saya pernah menangis hanya karena melihat seorang anak kucing yang mengikuti sepanjang perjalanan pulang dari mushola ke rumah. Dalam pikiran anak 9 tahun saat itu, saya kasihan dengan si kucing kecil yang tanpa induk. “Nanti bagaimana makannya? Nanti gimana kalau mati?”. Berbagai emosi dan pikiran buruk pun menyergap. Pastinya, saya tidak mungkin membawanya masuk ke rumah, karena Ibu saya pasti tidak berkenan, karena kami sudah punya kucing peliharaan.
Rupanya kegelisahan karena emosi tidak nyaman ini, sering kali menganggu aktivitas keseharian saya. Bahkan saya pernah melepaskan begitu saja pekerjaan penting yang sudah jadi impian masa kecil, hanya karena kepayahan mengelola emosi.
Sebelumnya, saya memahaminya, bahwa bakat empathy kuat ini, hanya dimiliki oleh perempuan, tapi ternyata tidak demikian. Laki-laki pun bisa. Setelah saya ingat-ingat lagi, kakak laki-laki saya pun, emosinya sering meledak-ledak tanpa kendali. I know that feeling, rasa frustasi untuk mengolah kecamuk yang ada di dalam batin, ini sangat melelahkan.
Yes, saya lelah dengan segala emosi yang liar. Inilah wajar, ketika pada tahun 2011 dan 2012 saya belajar NLP dan Hypnotherapy. Seperti alur dalam film, yang memang disetting sedemikian rupa. Ternyata memang inilah kebutuhan bakat empathy yang butuh regulasi. Sayangnya, dulu saya belum menyadari ini dengan sepenuhnya.
Rupa-rupanya, ini juga yang ingin disajikan pada Drama Korea Brewing Love.
Cara Min Joo Mengelola Bakat Empathy Kuat
#1. Memvalidasi Emosi
Sepanjang drakor ini berlangsung, Min Joo cukup kepayahan dalam mengatasi emosinya. Tapi uniknya, beberapa kali kesempatan ia sering bertanya dan memastikan ke dirinya sendiri, “Apakah ini benar emosiku?”. Ini seperti proses validasi, apakah emosi yang membuncah ini asalnya dari dalam diri atau justru terpancing dari kemarahan dan kesedihan orang lain. Bisa dibilang, ini sebuah cara awal tepat, untuk mendeteksi emosi. Proses validasi ini membawa kita pada sebuah kesadaran, bahwa bisa saja ketika kita bete seharian, itu hanya karena sesimple merasakan emosi orang lain yang berantakan.
#2. Menerima Emosi
Bagi seseorang dengan bakat empathy kuat, hal terbaik adalah menepi sebentar. Mencari keheningan, supaya bisa merasakan dan menerima emosi yang hadir. Yang perlu kita ingat adalah, emosi makin ditekan maka akan makin membuncah. Emosi pernah kita embrace kehadirannya. Inilah kenapa, Min Joo dalam drakor Brewing Love, dia punya semacam ruang meditasi tempatnya menerima emosi. Bahkan ia memilih tinggal di kota kecil, karena tidak sanggup berada di hiruk pikuk kota yang tentu saja lebih penuh dengan beragam rasa emosi.
#3. Melepaskan Emosi
Cara Min Joo melepaskan emosi adalah dengan teknik meditasi. Diam, duduk sebentar, sambil tarik nafas dalam dan menghembuskan dengan perlahan. Ini sama seperti kita melakukan olahraga yoga, instruktur sering kali mengingatkan kita untuk sadari nafas. Menyadari aliran udara yang keluar masuk melalui hidung hingga paru-paru, adalah momen kita menyadari diri kita. Artinya kita menyadari emosi yang hadir. Ibaratnya emosi ini tamu yang datang ke rumah, jika kita bisa sambut, berarti kita juga bisa antarkan ia keluar. Ketika pintu terbuka, inilah saat dimana kita melepaskan emosi dengan nyaman, karena kita sendiri yang dengan sadar membuka tersebut. Ya, emosi memang butuh dilepaskan, jika tidak akan menjadi timbunan sampah, yang bisa menjadi bom waktu.
Dari cerita pribadi yang saya paparkan dan mengutip perjalanan Min Joo dari drakor Brewing Love, apakah kamu yang membaca tulisan ini juga berpikir punya bakat Empathy kuat jugakah?
Coba cek, seberapa sering kamu mengalami kewalahan dalam menghadapi emosi sendiri. Seberapa sering juga tanpa ada sebab yang jelas, tiba-tiba marah atau sedih. Bahkan sampai di titik kebingungan ini emosi kenapa mendadak datang.
Jika memang ada ciri-ciri tersebut, bisa jadi bakat empathy menjadi salah satu top 14 bakat yang dimiliki. Langkah berikutnya adalah, belajar bagaimana regulasinya dengan sebaik mungkin. Bagaimanapun juga, tidak mungkin kita selamanya menyerah dengan emosi tidak terkendali, kan?
We are the master of our mind. Master of our emotion.