“Seorang perempuan yang mengorbankan diri untuk orang lain, dengan segala rasa cinta yang ada dalam hatinya, dengan segala bakti, yang dapat diamalkannya, itulah perempuan yang patut disebut sebagai “ibu” dalam arti sebenarnya.” – R.A. Kartini.
Berkaca pada quote R.A. Kartini, pendobrak emansipasi wanita di Indonesia, muncul beberapa pertanyaan mendasar. Apakah ketika seorang perempuan memutuskan jadi ibu rumah tangga adalah wujud cintanya pada keluarga? Apakah ketika melepaskan karir yang dipupuk bertahun-tahun, adalah bentuk bakti pada suami dan anak-anak?
Memutuskan menjadi ibu rumah tangga, nyatanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebagian ibu mengalami adaptasi yang menguras energi habis-habisan.
Tidak sedikit yang menilai perempuan tidak bekerja hanya menjadi beban bagi suaminya. Wajarlah, ketika para istri tanpa status sebagai karyawan, seringkali menilai rendah terhadap dirinya sendiri.
Ibu Rumah Tangga Lebih Rentan Stres Berkepanjangan?
Hidup tidak selamanya mudah. Ada hari-hari ketika segala sesuatunya berjalan lancar. Mulai dari rumah rapi, anak-anak kooperatif, hingga makanan siap tepat waktu. Namun, ada juga hari-hari ketika semuanya terasa kacau. Seperti anak mendadak tantrum, pekerjaan rumah menumpuk, tubuh terasa lelah, tetapi tetap harus bangun lebih awal untuk memulai rutinitas dari nol.
Sebagai ibu rumah tangga, tantangan seperti ini adalah bagian dari keseharian. Tidak ada kepastian kapan hari akan terasa ringan atau justru sangat melelahkan. Tanggung jawab yang harus dipikul bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental dan emosional. Sering kali, meskipun sudah mengusahakan yang terbaik, masih ada rasa bersalah, merasa belum cukup, atau bahkan dipandang sebelah mata oleh orang lain.
Di tengah situasi ini, muncul anggapan bahwa menjadi ibu rumah tangga lebih mudah dibanding ibu yang bekerja di luar rumah. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu. Banyak ibu rumah tangga yang merasa kesepian, kehilangan identitas, atau meragukan nilai diri sendiri karena pekerjaannya tidak memiliki bentuk yang nyata seperti gaji atau promosi jabatan.
Jika perasaan ini dibiarkan, ibu rumah tangga bisa terjebak dalam stres berkepanjangan. Bahkan, dalam jangka panjang, bisa berkembang menjadi burnout bahkan depresi. Coba saja search di kolom pencarian google, “IRT stres”, akan terpampang jutaan artikel tentang permasalahan ini.
Lalu, bagaimana caranya agar ibu tetap bisa menjalani keseharian dengan lebih tenang meskipun hidup tidak selamanya mudah?
Sebelum masuk ke langkah-langkahnya, ada satu hal penting yang perlu dipahami. Persisnya, terletak pada timbunan tekanan yang dihadapi ibu rumah tangga itu sendiri. Seperti invisible workload yaitu tugas-tugas yang tidak terlihat, tetapi menghabiskan banyak energi. Selain itu, ekspektasi sosial yang tinggi dan kurangnya dukungan sering kali membuat kondisi ini semakin sulit.
Berikut 7 langkah yang bisa membantu ibu rumah tangga tetap tenang, bahkan saat menghadapi hari-hari yang terasa berat:
#1. Dikotomi Kendali (Stoisisme)
Langkah pertama ini adalah yang paling krusial, karena menyangkut hal yang tidak bisa dikendalikan dan apa yang bisa dikendalikan.
Begitu pula, ketika ibu rumah tangga ingin mendapatkan ketenangan. Dikotomi kendali menjadi sangat penting.
Anak rewel, suami tidak meletakkan handuk pada tempatnya, mertua julid, adalah hal yang sulit untuk dikendalikan. Akan tetapi, menjaga kebersihan rumah, memasak menu sehat, membuat jadwal kegiatan sehari-hari, ini adalah deretan rutinitas yang bisa dikendalikan.
Perlu kesadaran bahwa tidak semua hal bisa dikendalikan dengan sempurna. In fact, bahkan ada yang tidak bisa dikendalikan sama sekali.
#2. Tetap “Beraktivitas Produktif”
Aktivitas produktif?
Bukankah ibu rumah tangga sudah sangat sibuk, ya? Apakah masih kurang?
Yang menjadi masalah bukan tentang jumlah kesibukannya, tapi untuk siapa, mengerjakan segala sesuatunya.
Jika aktivitas bertujuan untuk kepentingan suami dan anak-anak, ini memang sudah menjadi tugas yang secara ikhlas dikerjakan sepenuh hati. Hanya saja, hal tersebut tidak cukup. Ibu tetap butuh ruang berekspresi untuk diri sendiri.
Melalui talents mapping, ibu bisa mengorek lebih dalam, apa sebenarnya potensi yang dimiliki. Setiap manusia punya pola perilaku, perasaan, dan pemikiran yang berbeda. Inilah yang membuat tiap orang itu unik. Ketika seorang ibu punya pondasi produktivitas yang tepat dan bermanfaat artinya sudah paham bakat-bakat kuat apa yang menonjol pada dirinya.
Dengan fokus pada aktivitas produktif, maka ibu akan lebih mudah memusatkan tenaga dan pikiran untuk menghasilkan karya, bukan sibuk dengan kegalauannya.
Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan upgrade skill, misal dengan mengikuti kelas-kelas sesuai passion seperti voice over, design, digital marketing, dan lain sebagainya. Atau jika tertarik dengan bidang kepenulisan, bisa ikut kelas impactful writing bersama Kadika. Bukan hanya menuangkan rasa melalui tulisan tapi juga melatih kemampuan copy writing sekaligus content writing.
#3. PERMA
Menurut pencetus Psikologi Positif, Martin Seligman, ada 5 elemen yang berkontribusi pada kesejahteraan dan kepuasan hidup. Hal inilah juga yang dapat menjadi pedoman supaya ibu rumah tangga bisa lebih enjoy dalam kesehariannya.
Positive Emotion
Saat cucian menumpuk, alih-alih mengeluh, cobalah untuk nikmati prosesnya. Ciptakan emosi positif dengan hal sederhana misal dengan melakukan aktivitas rumah tangga sambil mendengarkan musik kesukaan.
Engagement
Ketika bermain dengan anak, fokuslah dan nikmati tiap momen tanpa terganggu distraksi dari HP. Anak butuh ibu yang utuh. Ibu juga butuh membangun kedekatan ke anak dengan sepenuh hati.
Relationships
Bergabung dengan komunitas sesuai minat, supaya tetap bisa terkoneksi dengan kelompok yang 1 visi dan misi, sehingga kebutuhan mendasar sebagai manusia sosial tetap memiliki wadahnya.
Meaning
Sadari bahwa merawat keluarga adalah kontribusi besar. Di sisi yang lain, sadari juga bahwa menjadi ibu yang merasa bermakna. Saat ibu merasa berkepenuhan, berkesempatan mengembangkan diri, dan menjaga kesejahteraan emosional, maka semangatnya terpancar ke dalam keluarga. Anak-anak pun akan belajar bahwa mencintai diri sendiri dan terus bertumbuh adalah bagian dari hidup yang sehat.
Achievement
Setiap hari beri target kecil, seperti berhasil menyelesaikan pekerjaan rumah lebih cepat. Hargai pencapaian, sekecil apa pun!
#4. Eisenhower Matrix
Langkah berikutnya adalah ibu rumah tangga tetap butuh pengelolaan prioritas, meski ‘kata orang’ pekerjaannya itu-itu saja. Salah satunya dengan menggunakan eisenhower matrix. Ini adalah sebuah teknik manajemen waktu yang membagi tugas berdasarkan urgensi (mendesak/tidak mendesak) dan kepentingan (penting/tidak penting).
Dengan cara ini, ibu rumah tangga bisa menentukan mana yang harus segera dilakukan, didelegasikan, atau bahkan diabaikan.
- Mendesak & Penting
Tugas yang tidak bisa ditunda karena berdampak langsung. Contoh: mengurus anak sakit. - Tidak Mendesak tapi Penting
Tugas yang berpengaruh besar tapi tidak harus segera dilakukan. Contoh: membuat meal plan agar memasak lebih efisien. - Mendesak tapi Tidak Penting
Tugas yang harus segera dikerjakan, tapi bisa dialihkan ke orang lain. Contoh: menggunakan jasa laundry saat tidak sempat mencuci dan setrika sendiri. - Tidak Mendesak & Tidak Penting
Tugas yang bisa dikurangi atau bahkan dihindari karena tidak berdampak besar. Contoh: scrolling media sosial atau nonton drakor berlebihan.
#5. Habit Stacking
Habit stacking adalah teknik yang dicetuskan oleh James Clear dalam bukunya Atomic Habits. Ini adalah sebuah metode dengan membangun kebiasaan baru dengan mengaitkan pada kebiasaan yang sudah ada. Misalnya, setelah mencuci piring lanjut dengan streching sebentar selama 5 menit. Bisa juga setelah anak tidur, meluangkan waktu baca buku meski 1 halaman. Langkah ini terbukti membantu menciptakan perubahan yang berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
#6. Regulasi Emosi
Ibu rumah tangga perlu belajar regulasi emosi untuk stabilitas kehidupan. Apalagi mengingat 80% aktivitas berada di rumah, tentu saja bisa memicu kebosanan dan keresahan hebat.
Hal ini punya tujuan besar, yaitu supaya ketika terjadi letupan emosi, mampu punya kendali. Emosi tidak nyaman, bisa tersalurkan dengan baik, dengan tidak melukai orang lain ataupun dirinya sendiri.
Beberapa regulasi yang bisa dilakukan, misalnya dengan art therapy, journaling, ataupun sekedar memberi jeda sesaat dengan tarik nafas panjang dan menghembuskan segala kekhawatiran dengan mindful.
#7. Managemen Rasa Syukur
Langkah terakhir ini adalah satu hal penting yang kadang terlupakan yaitu melatih rasa syukur. Namanya hidup, pasti ada yang membuat nyaman dan begitu sebaliknya. Hanya saja, kadang kala justru perhatian penuh diberikan pada hal yang menyesakkan dada. Padahal dengan bersyukur, nikmat yang dirasakan akan menjadi berlipat ganda.
Bagaimana cara melatih dan mengelola rasa syukur?
1. Mulai dari Pagi Hari
Cara memulai hari sangat menentukan bagaimana perasaan sepanjang hari. Biasakan mengawali pagi dengan syukur untuk menciptakan suasana hati yang positif. Jika biasanya bangun pagi terasa berat, dapat membuat perspeksif baru, misalnya bersyukur karena masih diberi kesempatan menghabiskan waktu bersama keluarga hari ini.
2. Teknik Reframing
Reframing adalah mengubah cara kita melihat suatu situasi dengan sudut pandang yang lebih positif. Ini membantu ibu rumah tangga mengolah stres dan tetap tegar meskipun menghadapi tantangan. Misalnya, daripada berpikir “Kenapa anak rewel terus?”, ubah menjadi “Bersyukur karena bisa menemani anak yang sedang butuh banyak pendampingan”.
3. Self-Care
Bersyukur tidak hanya tentang mengingat hal-hal baik, tetapi juga tentang menghargai diri sendiri. Ibu yang merawat dirinya dengan baik akan lebih mudah merasa bersyukur dan bahagia. Misalnya dengan tetap punya waktu olahraga di tengah padatnya aktivitas.
Menjadi ibu rumah tangga adalah perjalanan yang penuh tantangan, tetapi juga penuh makna. Meskipun sering kali tak terlihat dan tak terdengar, peran seorang ibu adalah pondasi utama dalam keluarga.
Dengan memahami apa yang bisa dikendalikan, tetap produktif sesuai potensi, serta menerapkan strategi yang tepat, seorang ibu bisa menemukan keseimbangan dalam perannya.
Ketenangan dan kebahagiaan bukan berasal dari kesempurnaan, tetapi dari cara seorang ibu melihat, merasakan, dan menata hidupnya. Dengan sedikit perubahan pola pikir, kebiasaan yang lebih sehat, dan dukungan yang tepat, ibu rumah tangga bisa tetap waras, bahkan tumbuh lebih kuat.
Bagaimanapun juga, pada akhirnya, seorang ibu yang bahagia akan menciptakan keluarga yang bahagia.
“Ibu tenang, anak 3x lebih tenang” — Buku Maukah Jadi Orang Tua Bahagia? (dr. Aisyah Dahlan)
pictures sources: www.expertprogrammanagement.com | www.dwiandikapratama.com | www.pexels.com